ISMUBA
QADLA DAN QADAR
Lihat Video berikut:
Menurut bahasa Qadla
dan Qadar memiliki beberapa pengertian yautu ketetapan atau keputusan. Dalam istilah
Islam yang dimaksud dengan qadla adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk
sedangkan arti qadar menurut bahasa adalah ketentuan atau ukuran. Adapun menurut
Islam qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua
makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan kehendak dan ketentuan-Nya.
Qadla dan qadar
berhubungan erat. Qadla adalah keputusan Allah sejak zaman Azali. Qadar adalah
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah yang didahului oleh keputusannya.
Iman kepada qadla dan
qadar adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menetapkan segala
ketentuan, undang-undang, peraturan hukum secara pasti untuk segala yang ada
yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu tang terjadi.
Diriwayatkan
bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang
berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang
Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya:
Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya,
kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada
qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan
benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki itu
adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama
kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat
Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman
kepada qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu
merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu
yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Sebagai
orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita.
Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak
ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku
timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah
merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai
dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan
kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah
kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan
musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin,
bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya.
Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
Hubungan
antara qadha dan qadar dengan ikhtiar. Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin
dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu
bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya
seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk
nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging,
kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan
empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan
(jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah
bin Mas’ud).
Dari hadits
di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak
sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak
berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan
ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak
datang dengan sendirinya.
Janganlah
sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan
berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau
mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah
mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar
jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini
dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu
bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab,
”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib
dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya
kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad
SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu
datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan
langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur
orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab,
”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu,
setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah
tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun
manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang
akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin
pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan
rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada
Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai
hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat,
bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq: yaitu takdir
yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita
ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar
dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi
insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir
mubram; yaitu
takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak
dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya.
Hikmah
Beriman kepada Qada dan qadar. Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah
yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih
diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang
beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan
bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus
disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal
tersebut merupakan ujian
Firman
Allah:
Artinya:”dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila
ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”(
QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan
diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang
tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia
menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri.
Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh
kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya
adalah ketentuan Allah.
Firman Allah
SWT:
Artinya: Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda
Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada
sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk
sifat optimis dan giat bekerja
Manusia
tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu
saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha
dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan
keberhasilan itu.
Firaman
Allah:
Artinya :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat
77)
4.Menenangkan
jiwa
Orang yang
beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah
kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah
atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Artinya :
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam
sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Komentar
Posting Komentar